Get paid To Promote at any Location
Showing posts with label Film Box Office. Show all posts
Showing posts with label Film Box Office. Show all posts

Monday, April 19, 2010

Download Film Little Krishna

Download Film Little Krishna adalah informasi terbaru dari Berita artis, pada tahukan film Little Krishna, adalah sebuah film yang berasal dari India dimana ada seorang anak kecil Bernama Krishna selengkapnya unduh disini Watch Movie Free dengan sosok tubuh berwarna Biru dan bermodalkan sebatang seruling bambu. Little Krishna kedepannya akan menjadi seorang pahlawan dari sebuah desa Vrindavan. Jika dilihat dari namanya sudah bisa di tebak apa latar belakang dari Film Little Krishna ini bukan ?

Ok bagi yang berminat untuk secara langsung tanpa menunggu film ini tampil di televisi bisa Download episode demi episode film Little Krishna di bawah ini:





Ok Selamat menonton Little Krishna, semoga kedepannya akan terus di update berita tentang Little Krishna, jadi jangan bosan mampir ke sini ya teman-teman semua.

Tuesday, June 2, 2009

'ANGELS & DEMONS', Batas Tipis Antara Surga dan Neraka


Pemain: Tom Hanks, Ayelet Zurer, Ewan McGregor

Oleh: Fatchur Rochim

Saat Leonardo Vetra, salah seorang ilmuwan yang bekerja di CERN, terbunuh, di dadanya terlihat sebuah tanda yang mengarah pada sebuah persaudaraan yang diduga telah musnah. Kematian yang tak wajar ini membuat para ilmuwan di CERN terpaksa harus menghubungi pakar simbol Robert Langdon (Tom Hanks).

Langdon yang semula tak percaya bahwa persaudaraan Illuminati ini masih ada mau tak mau harus menerima kenyataan karena tak ada orang yang sanggup membuat tanda ambigram sempurna yang menjadi simbol Illuminati kecuali dari persaudaraan rahasia ini sendiri.

Petualangan kemudian membawa Langdon dan Vittoria Vetra (Ayelet Zurer) yang ingin mengetahui pembunuh ayahnya ke Vatican di mana persaudaraan Illuminati mengancam akan meledakkan kota suci ini dan membunuh semua orang di dalamnya. Satu-satunya cara melacak si pembunuh adalah dengan mengikuti tanda-tanda yang ditinggalkan sang anggota Illuminati dengan harapan dapat mencegah pembunuhan massal ini.

Sayangnya sang pembunuh hanya meninggalkan petunjuk di atas mayat para Kardinal yang telah ia bunuh satu per satu. Kini Langdon dan Vetra harus berpacu untuk mendahului sang pembunuh atau semua Kardinal yang diculik mati dan tak ada petunjuk mengenai lokasi peledak yang dipasang persaudaraan Illuminati ini.

Seperti kebanyakan film yang diadaptasi dari novel, penyesuaian mesti dilakukan karena keterbatasan durasi tayang dan lain sebagainya. Ini yang sering kali membuat para fans novel merasa kecewa dengan visualisasi dari tulisan yang sempat mereka baca sebelumnya. Film berjudul ANGELS AND DEMONS ini juga bukan pengecualian. Bila Anda sempat membaca novelnya, Anda pasti tahu bahwa ada beberapa fakta atau detail yang harus 'disesuaikan'. Terlepas dari segala 'penyesuaian' itu, film adalah sebuah karya yang layak dinilai sebagai dirinya sendiri.

Sebagai sebuah film, ANGELS AND DEMONS ini cukup mampu membawa inti permasalahan dari novel Dan Brown ke dalam bentuk visual. Ron Howard, sang sutradara sanggup membuat sebuah film yang cukup berimbang dan tak memihak mana pun. Agama dan ilmu pengetahuan dapat berjalan beriringan selama ada saling pengertian dan toleransi.

Karena keterbatasan waktu juga maka film ini jadi terasa bertempo sangat cepat. Tak ada waktu untuk menarik nafas atau beristirahat sejenak. Ini tak bisa dihindari juga karena versi novelnya juga punya tempo yang lumayan cepat meski masih ada titik-titik di mana kita diberi waktu untuk sekedar menghela nafas. Ron Howard sepertinya juga tak mau mengulang kesalahan yang terjadi pada THE DA VINCI CODE dan menghilangkan unsur romantis yang sebelumnya sempat dikritik karena tak ada chemistry antara Tom Hanks dan lawan mainnya.

Tampilan visual dari Sistine Chapel, Pantheon, Gereja dan Makam terlihat sangat mengagumkan meski Howard harus melakukan pengambilan gambar bukan di tempat aslinya. Sebuah tontonan yang menarik selama Anda tak membanding-bandingkannya dengan versi novelnya.

'RASA', Kisah Cinta Yang Gelap


Pemain: Christian Sugiono, Pevita E Pearce, Wulan Guritno, Alex Komang, Steve Benitez, Ray Sahetapy, Joe Salim, Sarah Benitez.

Cerita RASA dibuka dengan kisah Rianti (Pevita E Pearce), seorang pelukis muda yang selalu tertutup dari dunia luar. Bahkan Rianti pun terkesan menutup hatinya dari cinta. Salah satunya seorang kurator muda, Wisnu (Christian Sugiono) yang membantu menjual lukisan Rianti.

Ternyata di balik rasa menutup diri Rianti, ia memiliki sebuah rahasia yang ingin ia sembunyikan dari semua orang, termasuk dari Wisnu. Rianti memiliki kemampuan untuk melihat sesuatu yang akan terjadi.

Tapi kemampuannya ini akan terjadi tiba-tiba. Tidak bisa dipaksakan begitu saja. Ketika kemampuannya datang, Rianti akan pingsan. Setelah ia bangun, maka Rianti akan menggoreskan kuasnya, untuk menggambarkan apa yang telah ia lihat sebelumnya.

Di saat yang bersamaan, Anthony (Steve Benitez), seorang profesor asal Inggris yang sedang mencari keberadaan istrinya, Laras (Wulan Guritno) dan Mariah (Samantha Aguilar) yang diculik. Anthony pun meminta bantuan Rianti untuk menemukan keluarganya.

Charles Gozali sebagai sutradara RASA ingin menyuguhkan sebuah film tentang rasa yang dimiliki oleh manusia. Charles mencoba membuat film cinta dengan nuansa agak gelap.

Oleh karenanya, tak heran jika dari segi kualitas gambar lebih banyak dalam kegelapan dan terkesan 'tidak bersih'. Namun Pevita sebagai nominasi aktris terbaik FFI tampil cukup meyakinkan dan mampu menghidupkan tokoh pelukis muda yang sedikit freak.

'BORDERTOWN', Mengungkap Kasus Pelik di Perbatasan Meksiko


Pemain: Jennifer Lopez, Antonio Banderas, Martin Sheen, Maya Zapata, Sonia Braga

Oleh: Fatchur Rochim

Ambisi Lauren Adrian (Jennifer Lopez) sebagai seorang reporter adalah mendapatkan tugas ke garis depan pertempuran di Irak untuk meliput perang ini. Sayang sang editor, George Morgan (Martin Sheen) tak sependapat dan mengirim Adrian ke kota kecil di perbatasan Meksiko.

Adrian ditugaskan untuk menyelidiki beberapa kasus kematian tak wajar yang terjadi pada beberapa wanita di kota kecil itu. Eva (Maya Zapata), salah seorang korban yang berhasil lolos, tak mau memberikan kesaksian karena takut pada pelaku pemerkosaan sekaligus pembunuhan ini. Namun Adrian tak hanya ingin mendapat kesaksian dari Eva saja, ia juga ingin menangkap basah pelaku meski untuk itu ia harus menjadi umpan.

Dengan bantuan Alfonso Diaz (Antonio Banderas), seorang editor di sebuah harian di kota itu, Adrian lantas berusaha menjebak pelaku dengan berpura-pura menjadi salah satu wanita pekerja pabrik di kota itu. Sayangnya tanpa ia sadari usaha ini membuat banyak nyawa terancam termasuk nyawa Diaz, pria yang sempat menjadi rekan kerjanya enam tahun sebelumnya.

Film berjudul BORDERTOWN ini mencoba mengangkat sebuah tema yang cukup berat berbau politik. Meski tak sepenuhnya bisa dibilang sebagai kisah nyata, namun Gregory Nava, sang sutradara yang juga menulis naskah film ini, mendasarkan film ini pada sebuah kejadian nyata yang pernah terjadi di Meksiko. Tokoh-tokoh dalam film ini sepenuhnya fiksi, namun ide ceritanya nyata.

Ide mengangkat kisah berbau politik memang sama sekali tak salah tapi yang jadi masalah dalam film ini adalah justru penyutradaraan yang kurang pas. Nava mencoba memadukan drama politik dengan thriller yang hasilnya malah membuat film ini kehilangan kekuatannya. Perpaduan yang 'tak umum' ini malah menjadikan BORDERTOWN sama sekali tak punya arah yang jelas, menjadi film thriller atau drama politik.

Akibatnya, para bintang yang dipasang sebagai pemeran malah terasa tersia-siakan. Karakter yang diperankan Antonio Banderas, Martin Sheen dan Sonia Braga terasa kurang digarap dan Nava sepertinya hanya ingin menonjolkan karakter yang diperankan Jennifer Lopez. Sebenarnya tak ada yang salah dengan keputusan ini namun meninggalkan karakter pendukung tak tergarap bukanlah sebuah keputusan bijak.

Ide mengaitkan serangkaian kasus pembunuhan ini dengan kebijakan North American Free Trade Agreement (NAFTA) juga sepertinya tak beralasan sama sekali. Banyak faktor lain yang bisa jadi pemicu kejahatan berantai ini dan spekulasi politik yang diambil Nava ini juga tak membuat film ini jadi terasa solid.

'KILLSHOT', Membunuh Atau Dibunuh


Pemain: Diane Lane, Mickey Rourke, Thomas Jane, Rosario Dawson, Joseph Gordon-Levitt

Oleh: Fatchur Rochim

Carmen Colson (Diane Lane) yang bekerja sebagai agen real estate tak pernah mengira bahwa apa yang ia lihat bakalan menjadi sumber dari malapetaka yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya. Malapetaka yang bisa saja merenggut nyawanya dan suaminya, Wayne (Thomas Jane).

Secara tak sengaja, Carmen melihat wajah Armand Degas (Mickey Rourke) saat melakukan 'tugas'. Armand adalah seorang pembunuh bayaran sadis yang biasa dipanggil Blackbird. Dan akibatnya, Carmen harus bersaksi di pengadilan atas apa yang telah ia lihat di hari itu. Sebagai langkah perlindungan, pihak kepolisian lantas menempatkan Carmen dan suaminya dalam program perlindungan saksi dan memindahkan Carmen dan suaminya ke alamat baru dengan identitas baru pula.

Celakanya, Armand bukanlah pembunuh bayaran sembarangan. Dengan mudah ia dapat menemukan Carmen dan suaminya. Armand kemudian mengajak seorang teman bernama Richie Nix (Joseph Gordon-Levitt) untuk menghabisi Carmen dan suaminya agar tak bisa bersaksi di persidangan. Richie Nix memang pembunuh bayaran baru yang belum punya pengalaman sebanyak Armand. Tapi Richie punya satu keistimewaan. Ia adalah pria psikopat yang tak segan membunuh hanya untuk masalah sepele.

Kini Carmen butuh lebih dari sekedar beberapa polisi dan FBI yang melindungi rumahnya untuk bisa selamat dari Armand dan Richie. Carmen tahu bahwa sepasang pembunuh ini bisa berbuat apa pun yang mereka mau walaupun polisi menjaga ketat rumah barunya.

Sepertinya ini memang era kebangkitan Mickey Rourke yang sempat lama menghilang dari dunia film. Setelah THE WRESTLER cukup fenomenal, Rourke kini kembali membintangi film berjudul KILLSHOT. Jangan membandingkan kedua film ini karena keduanya memang tak bisa dibandingkan.

KILLSHOT tak lebih bagus dari THE WRESTLER tapi dengan segala cacat yang dimiliki, film ini masih mampu menampilkan kehandalan Rourke di depan kamera. Sayang itu tak diimbangi dengan naskah yang memadai. Akibatnya, film ini jadi terasa lebih bertumpu pada akting para pemerannya saja. Untungnya Rourke dan Lane cukup mampu membantu mengangkat pamor film ini.

Nama Diane Lane dipasang sebagai pemeran utama dan plot pun menyiratkan hal yang sama tapi justru Rourke yang terasa lebih 'hidup'. Karakter Blackbird jauh lebih kompleks dari semua karakter yang ada. Ia tak sekedar pembunuh bayaran. Ia punya kode etik, perasaan bersalah, keinginan menebus dosa dan itu semua membuat tokoh ini terasa lebih hidup, bahkan lebih dari saat Nicolas Cage memerankan pembunuh bayaran dalam film BANGKOK DANGEROUS.

Tapi kalau menengok ke belakang, kebanyakan film Mickey Rourke memang mengharuskan aktor ini memiliki karakter yang tak jauh beda dengan yang diperankannya dalam film ini. Jadi sepertinya kali ini pun Rourke tak banyak mengalami kesulitan.

'NIGHT AT THE MUSEUM: BATTLE OF THE SMITHSONIAN', Pertempuran di Dalam Museum


Pemain: Ben Stiller, Amy Adams, Owen Wilson, Hank Azaria, Christopher Guest, Alain Chabat, Robin Williams

Oleh: Fatchur Rochim

Sejak hasil temuannya dipatenkan, Larry Daley (Ben Stiller) berhasil mendapat banyak uang dan memutuskan untuk pensiun dari pekerjaannya sebagai penjaga museum. Namun ketika American Museum of Natural History direnovasi dan seluruh isi museum ini dipindahkan ke Smithsonian Institution di Washington Larry tak punya pilihan lain selain menyusul ke Washington.

Larry khawatir kalau 'kejadian buruk' yang sempat menimpanya sebelum berhenti menjadi petugas keamanan akan terulang lagi dan sepertinya kekhawatiran Larry ini beralasan. Seperti kasus yang terjadi sebelumnya, Larry kembali harus berurusan dengan benda-benda museum yang tiba-tiba bangkit dan mengacaukan seluruh isi museum. Kali ini yang jadi penyebab masalah adalah Ahkmenrah (Rami Malek), firaun jahat yang bermaksud membangkitkan seluruh isi museum.

Terpaksa Larry harus berhadapan dengan seluruh tokoh sejarah yang peninggalannya tersimpan di dalam Smithsonian. Ini bukanlah pekerjaan mudah karena Smithsonian memiliki koleksi 136 juta barang dari masa lalu. Bayangkan betapa kacaunya ketika Amelia Earhart, Al Capone, Theodore Roosevelt, Napoleon Bonaparte, Albert Einstein, Charles Darwin hingga Attila the Hun semuanya bangkit dari kubur.

Menonton film ini tak ubahnya seperti mengenang kembali kisah yang sudah lewat. Tak banyak yang berubah pada film ini jika dibandingkan dengan NIGHT AT THE MUSEUM yang dilepas sekitar dua tahun lalu. Malahan film ini lebih tepat dibilang reboot ketimbang sebuah sekuel. Yang ada cuma kejadian yang sama dan tokoh yang sama dengan lokasi yang baru.

Ada kesan seolah sutradara dan penulis naskah tak puas dengan film yang pertama dan ingin membuatnya lebih 'kolosal'. Dan kalau memang ini yang dimaksud, pemilihan Smithsonian sebagai lokasi jelas tak salah. Museum Smithsonian hampir dua puluh kali lebih besar dari Natural History Museum (lokasi film pertama) dan ini memberikan ruang untuk lebih kreatif.

Selain Ben Stiller, sebagian besar karakter dari film pertama juga ikut kembali bermain dalam film ini dan itu makin menguatkan asumsi bahwa film ini adalah reboot. Beberapa karakter baru pun dimunculkan untuk mengisi 'ruang' yang lebih besar ini dan hasilnya adalah 'kekacauan' yang lebih besar dari film pertama.

Perbedaan lain yang tak terlalu menyolok mungkin adalah nada komedi yang mulai bergeser ke arah 'lebih dewasa'. Sayang, karena film ini sebenarnya lebih punya potensi sebagai film komedi untuk keluarga seperti film yang pertama. Tapi secara keseluruhan, film ini terasa lebih bagus dari film pertamanya. Ide 'mengajak orang kembali menengok sejarah' memang patut diacungi jempol (satu lagi alasan untuk menyebut film ini sebagai reboot).

'TERMINATOR SALVATION', Saat Robot Ingin Menguasai Dunia


Pemain: James Cameron, Gale Anne Hurd, Christian Bale, Sam Worthington, Anton Yelchin, Bryce Dallas Howard, Moon Bloodgood, Common, Helena Bonham Carter

Oleh: Fatchur Rochim

John Connor (Christian Bale) adalah manusia yang ditakdirkan untuk memimpin sisa-sisa manusia yang memberontak terhadap Skynet dan pasukan Terminator-nya. John bersama para kaum Resistance kemudian merencanakan untuk menghancurkan Skynet dalam usaha mengembalikan manusia sebagai pemimpin di muka bumi.Dalam persiapan penghancuran Skynet inilah kemudian muncul seorang pria bernama Marcus Wright. Marcus kehilangan ingatannya dan tak tahu dari mana ia berasal. Yang ada dalam ingatannya hanyalah saat dirinya berada dalam eksekusi. Sebenarnya Marcus adalah manusia yang telah diubah menjadi robot setelah ia sendiri dieksekusi satu tahun sebelumnya. Di saat yang hampir bersamaan dengan rencana kaum Resistance untuk meruntuhkan Skynet, para robot ternyata juga punya rencana untuk membunuh para pemimpin Resistance. Nama John Connor ada dalam daftar Skynet namun John tak mengerti kenapa nama Kyle Reese (Anton Yelchin) juga ada dalam daftar eksekusi tersebut. Menurut John, Kyle terlalu muda untuk dianggap sebagai ancaman buat Skynet.Hanya gara-gara Christian Bale menolak peran utama dan bersikeras hanya mau memerankan karakter John Connor maka naskah film yang sudah jadi terpaksa harus disusun ulang. Untungnya kerja keras ini tak terlalu buruk karena tak terlihat kesan bahwa Bale hanya sekedar 'tempelan' dalam film ini. Namun kabarnya McG, sang sutradara harus memangkas sekitar 40 menit durasi film sebelum akhirnya TERMINATOR SALVATION bisa disajikan sebagai sebuah tontonan.Pemotongan ini bisa dimaksudkan sebagai 'penyesuaian' namun bisa juga dilihat sebagai pertanda ketidakpuasan sang sutradara pada hasil akhir syuting. Yang jelas pada beberapa bagian memang terlihat bahwa ritme film secara keseluruhan sepertinya tak tertata rapi. Ini diperburuk lagi dengan beberapa special effect yang berkesan cheap. Tapi secara keseluruhan dari keempat film TERMINATOR yang satu ini lebih berkesan kelam.Soal akting, nama Christian Bale mungkin tak perlu lagi diragukan apalagi setelah menonton akting Bale dalam THE DARK KNIGHT. Tapi ada satu fakta menarik yang terjadi pada dua film ini. Seperti juga pada THE DARK KNIGHT, Bale dalam film ini kembali kecolongan. Meski namanya dipasang paling atas namun justru Sam Worthington dan Anton Yelchin yang terlihat lebih bersinar. 

'THE READER', Aib Yang Tak Mungkin Diungkap


Pemain: Kate Winslet, Ralph Fiennes, David Kross, Alexandra Maria Lara, Lena Olin

Oleh: Fatchur Rochim

Pertemuan antara Michael Berg (David Kross) dan Hanna (Kate Winslet) memang tak pernah direncanakan. Mereka berdua bertemu saat Hanna menolong Michael yang jatuh sakit saat pulang dari sekolah. Setelah cukup sehat Michael kembali pulang namun ia kemudian datang lagi untuk mengucapkan terima kasih.


Berawal dari pertemuan ini Michael dan Hanna mulai menjalin hubungan yang lebih jauh meski usia Hanna sebenarnya jauh lebih tua dari Michael. Saat itu Hanna sudah berusia tiga puluhan sementara Michael baru berusia lima belas tahun. Michael sering membacakan cerita buat Hanna dan di sini pula ia pertama kali mengenal seks. Namun hubungan ini tak berjalan lama karena tiba-tiba saja Hanna menghilang tanpa memberitahu Michael.

Delapan tahun berlalu dan Michael kemudian menikah sementara ia mengambil kuliah hukum. Suatu ketika, Michael yang mendalami kasus peradilan para penjahat perang (Nazi) bertemu Hanna lagi. Yang agak mengejutkan adalah bahwa Hanna kali ini sedang diadili atas pembantaian tiga ratus orang dalam kamp konsentrasi di mana ia bekerja.

Meski terancam hukuman yang berat namun Hanna menolak membela diri dan Michael akhirnya sadar bahwa wanita yang pertama kali mengenalkannya pada cinta ini menyembunyikan satu rahasia besar yang tak mungkin diungkapkannya. Meskipun rahasia itu bisa saja membebaskannya dari ancaman hukuman.

Film hasil arahan sutradara Stephen Daldry ini adalah sebuah adaptasi dari novel karya Bernhard Schlink dengan judul yang sama. Beberapa kota di Jerman diambil sebagai lokasi pengambilan gambar untuk membuat suasana pasca perang di Jerman terlihat lebih realistis.

Belakangan ini banyak film yang berkisah seputar Nazi. Sebut saja INGLOURIOUS BASTERDS dan VALKYRIE yang juga mencoba mengungkap sejarah kelam ini. Ada satu hal yang membedakan THE READER ini dari film-film Nazi yang lain, film ini mencoba mengungkap sisi 'manusiawi' dari kisah dalam sejarah yang mungkin sama sekali tak manusiawi ini.

Memang ide cerita yang diusung film ini cukup kontroversial. Sulit rasanya membayangkan untuk bersimpati pada seorang pelaku pembantaian seperti yang ditawarkan oleh film ini. Namun terlepas dari itu, film ini digarap dengan sangat baik dan menjadikan film drama yang penuh dengan flash back dan bertempo lamban ini jadi cukup memanjakan mata.

Tiga pemeran kunci dalam film ini (Kate Winslet, Ralph Fiennes dan David Kross) pun bermain dengan sangat bagus dan meyakinkan meski mungkin sulit juga membayangkan kondisi emosional yang dirasakan orang pasca pembantaian Nazi ini. Satu lagi yang mungkin layak dijadikan renungan adalah kenyataan bahwa dalam hidup orang sering kali tak berani mengatakan 'tidak' pada sebuah masyarakat yang mayoritas mengatakan 'ya'. Atau mungkin itu juga yang ingin disampaikan film ini dan bukannya sekedar film tentang Nazi semata. (kpl/roc)